Ajakan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits tanpa diikuti pemahaman yang memadai bisa menjadi blunder. Ibarat listrik rumahan yang disambungkan langsung ke saluran bertegangan tinggi, seseorang yang belajar agama tanpa perantara guru, bisa konslet.
Menurut Mahbub Zaki, wasekjen PB Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW), dalam mempelajari agama seseorang memerlukan perantara guru. Lebih tegas lagi, guru itu haruslah memiliki pemahaman yang mumpuni dan silsilah keilmuan yang jelas rujukannya.
"Diriwayatkan dalam hadits bahwa sanad itu sebagian dari agama. Maka, tanpa wasilah, tanpa perantara guru yang sanadnya jelas, belajar langsung dari Al-Qur’an dan Hadist itu seperti listrik di rumah kita yang disambungkan langsung ke Sutet. Listrik konslet dan rumah kita bisa terbakar," terang Mahbub Zaki yang akrab disapa Gus Boby.
Dikatakan Gus Boby, sanad dalam belajar agama itu penting. Tanpa silsilah dan rujukan keilmuan yang jelas, siapa pun bisa mengajarkan sesuka hati. Menurut mantan ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Tengah ini, banyak orang merasa sudah cukup ilmu agamanya hanya bermodal belajar dari internet.
"Kalau dulu orang belajar agama dari kiai, dibela-bela mondok selama bertahun-tahun di pondok pesantren, sekarang orang belajar dari internet. Sementara di internet siapa pun bisa omong. Tak perlu repot-repot mondok, bikin video ceramah agama, dijulukilah ustadz. Ustadz Youtube dan Santri Mbah Google lagi jadi fenomena baru. Islam di sosial media isinya marah-marah dan menerbar permusuhan,” terang Gus Boby.
Pernyataan itu disampaikan Gus Boby ketika memberikan sambutan dalam Haflah Khotmil Qur’an dan Wisuda Santri Tahfidz angkatan ke-6 Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Istiqomah Desa Penaruban, Weleri, Kendal, baru-baru ini. Sebanyak 35 santri putra dan putri yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan juga provinsi lain diwisuda dari ponpes asuhan Kiai Ali Shodiqun.
Gus Boby yang juga wakil sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah ini mengatakan, para wali murid santri tidak perlu khawatir mendidik anaknya di pondok pesantren NU yang jelas-jelas berhaluan Ahlussunnah waljamaah.
"Tadi sama-sama kita dengar, para santri memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Syubbanul Wathon. Jadi bapak-ibu tidak perlu khawatir, di sini santri dididik untuk mencintai tanah airnya. Santri tenanan tidak akan jadi teroris,” terangnya.
Belajar di pondok pesantren, katanya, para santri tidak hanya diajari cara membaca kitab tapi juga diajari cara berperilaku. Pengasuh pesantren setiap habis shalat akan mendoakan para guru-guru dan juga para santrinya.
“Di pesantren para santri tidak hanya ditadris, tapi juga mendapatkan tarbiyah. Insyaallah setiap bakda shalat, para santri akan didoakan. Ketika para santri tertidur, pengasuh pondok akan menyambangi para santrinya, membenarkan letak tidurnya yang mungkin kurang pas. Ini yang tidak didapatkan di sekolah-sekolah umum," pungkasnya. (Muhammad Sulhanudin/Kendi Setiawan)